Dalam beberapa waktu terakhir, fenomena pungutan liar oleh oknum (ormas) semakin marak terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Aksi ini tidak hanya meresahkan masyarakat, tetapi juga mengganggu stabilitas iklim usaha. Banyak pengusaha mengeluhkan adanya tekanan dan intimidasi dengan dalih “kontribusi keamanan” atau “uang koordinasi.”
Tantangan menjalankan bisnis di Indonesia tidak hanya sebatas menghadapi persaingan pasar dan regulasi pemerintah. Pelaku usaha juga terhadapkan pada ancaman sejumlah pihak yang memaksa mencari keuntungan, seperti pungutan liar (pungli).
Keluhan ini kerap tersuarakan oleh pelaku industri di berbagai sektor, terutama yang bersentuhan langsung dengan logistik dan distribusi. Direktur Utama PT Nusatama Berkah Tbk (NTBK) Bambang Susilo mengatakan pungutan liar semacam itu menjadi salah satu faktor penyebab tingginya biaya logistik. Meski nominalnya tidak terlalu besar, tetap menjadi beban tambahan yang mengganggu efisiensi bisnis.
Bambang berharap dengan adanya satgas pemberantasan preman yang dibentuk pemerintah bisa lebih efektif dalam mengatasi hambatan tersebut. Selain itu, satgas juga bisa secara konsisten dan tidak musiman
Para pengusaha mendesak pemerintah untuk mengambil tindakan nyata, bukan sekadar pernyataan normatif. Langkah konkret seperti penindakan tegas terhadap pelaku pungli, pembubaran ormas yang terbukti melanggar hukum.
Masyarakat umum dan media massa juga memiliki peran vital dalam mendorong transparansi dan akuntabilitas. Dengan semakin banyaknya laporan dari lapangan, tekanan publik terhadap pihak berwenang akan meningkat, memaksa mereka untuk bertindak. Ekspos kasus-kasus pungli oleh media dapat menjadi alat kontrol sosial yang efektif dalam menekan angka kejadian serupa di masa depan.