ELLACOFFEEMALL — Cirebon—Kota dan Kabupaten Cirebon terletak di pesisir Jawa Barat (Jabar), dan memiliki berbagai tradisi dan budaya selama bulan Ramadan. Mulai dari munggahan dan permainan api oleh santri hingga tradisi pukul bedug yang masih dijaga oleh keluarga Sultan Keraton Kasepuhan Cirebon.
1. Sepak Bola Api di Ponpes
Pondok Pesantren Ciwaringin, yang terletak di Kecamatan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon, memiliki tradisi turun-temurun untuk mengadakan atraksi sepak bola api. Santri di pesantren ini melakukan tindakan ekstrem yang menguji nyali menjelang bulan suci Ramadan.
Mereka tidak hanya bermain bola api, mereka juga melakukan mandi petasan, sebuah acara di mana ratusan petasan dimasukkan ke dalam tubuh mereka dan kemudian diledakkan secara bertahap. Malam dipenuhi dengan dentuman keras, tetapi para santri tetap berdiri tegak, seolah tidak terpengaruh oleh ledakan.
Tidak diragukan lagi, persiapan yang cukup lama diperlukan untuk melakukan ini secara spontan. KH Marzuki Ahal, pembina sepak bola api santri, mengatakan tradisi ini memiliki nilai sejarah yang kuat. Aktivitas ini tidak hanya merupakan sarana rekreasi tetapi juga merupakan bagian dari sejarah perjuangan melawan penjajah. Sebelum diterjunkan ke medan perang, para pejuang menggunakan batu dan api. Selasa (11/2/2025), dia menyatakan bahwa permainan ini sudah ada sejak zaman Belanda, terutama di pesantren.
Atraksi api ini menjadi magnet bagi warga sekitar. Mereka datang bukan hanya untuk menyaksikan aksi menegangkan, tetapi juga merasakan semangat dan keberanian para santri dalam menyambut Ramadan.
Bagi masyarakat Ciwaringin, api bukan sekadar elemen yang membakar. Melainkan sebagai simbol keteguhan, keberanian, dan spiritualitas. Dan malam itu, di tengah kobaran nyala, semangat Ramadan pun semakin terasa hangat.
2. Dlugdag

Sehari sebelum masuknya bulan Ramadan, Keraton Kasepuhan melakukan tradisi dlugdag, yang berarti menabuh bedug setelah salat asar di Langgar Agung. Adat dlugdag menandai awal bulan suci Ramadan. Tabuhan bedug ini berfungsi sebagai penanda informasi bagi masyarakat di masa lalu karena belum ada pengeras suara.
“Karena dulu belum ada pengeras suara, jadi tabuhan bedug ini menjadi penanda buat masyarakat bila bulan suci Ramadan sudah tiba,” kata Pangeran Goemelar Suryadiningrat selaku Patih Sepuh Keraton Kasepuhan Cirebon.
Tabuhan dalam tradisi dlugdag memiliki irama yang berbeda dengan penanda tabuhan bedug saat waktu salat tiba. Keluarga keraton pun menyaksikan tradisi ini.
Bedug yang digunakan dalam tradisi ini merupakan bedug peninggalan dari Sunan Gunung Jati yang masih digunakan sebagai penanda waktu shalat di Langgar Agung. Bedug ini bernama Samogiri.
Pesan lainnya adalah meminta masayarakat agar menyambut bulan suci Ramadan dengan kebahagiaan. Karena bulan spesial yang satu ini merupakan bulan dengan penuh dengan ampunan.
3. Munggahan

Masyarakat Jawa Barat punya tradisi menyambut Ramadan yang jenis-jenis kegiatannya nyaris serupa antara satu tempat dengan daerah lainnya. Secara umum istilah menyambut Ramadan ini disebut Munggahan. Di Cirebon, tradisi munggahan juga dilaksanakan.
Munggahan berasal dari kata ‘unggah’ yang berarti naik dari satu tempat yang rendah ke tempat yang lebih tinggi. Ada istilah kepada anak-anak yang tidak bisa diam berlarian kesana-kemari, ke atas ke bawah, disebut ‘turun-unggah’ (turun-naik).
Maksud para leluhur menyebut tradisi menjelang Ramadan ini sebagai munggahan adalah masyarakat Sunda naik dari bulan Syaban ke Ramadan. Orang Sunda menyebutnya dari bulan Ruwah ke Puasa.
Tradisi munggahan pada intinya mempersiapkan diri untuk menghadapi kewajiban berpuasa bagi umat Islam selama sebulan penuh. Disiapkan fisik dan rohani untuk ‘naik’ dengan meningkatkan perbuatan ibadah di bulan Ramadan.
4. Nyekar
Menjelang bulan suci Ramadan, masyarakat Cirebon memiliki tradisi ziarah kubur atau nyekar sebagai bentuk penghormatan dan mendoakan yang telah berpulang. Salah satu lokasi yang ramai dikunjungi adalah kompleks makam Sunan Gunung Jati di Kabupaten Cirebon. Peziarah harus melintasi tangga panjang yang dipenuhi ratusan makam untuk mencapai makam utama Sunan Gunung Jati.
Tradisi ziarah kubur ini juga membawa berkah bagi para pedagang bunga tabur di sekitar area pemakaman. Menjelang Ramadan, penjualan bunga tabur meningkat signifikan.
Selain sebagai bentuk penghormatan, nyekar menjelang Ramadan juga menjadi momen introspeksi dan pengingat akan kematian, serta kesempatan untuk mendoakan keluarga yang telah meninggal dunia.
SUMBER DETIK.COM : 4 Tradisi di Cirebon Jelang Ramadan, Sepak Bola Api Ala Santri-Nyekar